Sabtu, 16 Maret 2013

Bahasa Indonesia 2



Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empiric) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan berbentuk proposisi-proposisi yang sejenis,berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar,orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.proses inilah yang disebut menalar.

Ada dua metode dalam penalaran,yaitu deduktif dan induktif.
Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk      seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh :
-Laptop adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
-DVD Player adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
Penalaran induktif adalah penalaran yang memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum (Smart,1972:64). Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.(Suriasumantri, 1985:46). Inilah alasan eratnya kaitan antara logika induktif dengan istilah generalisasi.



Edukasi 
Edukasi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat 

Contoh : 
Seorang anak balita memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba memainkan ini dengan cara memutar kuncinya dan meletakannya pada suatu permukaan atau dataran. Perilaku “memutar” dan “meletakan” tersebut merupakan respon atau reaksi atas rangsangan yang timbul pada mainan itu.

Pada tahap permulaan, respon anak terhadap stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat atau setidak-tidaknya tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman berulang-ulang lambat laun ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan mobil-mobilan dengan baik dan sempurna.

Sehubungan dengan contoh itu belajar dapat dipahami sebagai proses yang dengan proses itu sebuah tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki serentetan reaksi atas situasi atau rangsangan yang ada.

Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahantingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, dan psikomotor. 

Induksi
Definisi induksi. Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Dan menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, suatu interfensi bias disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan-pernyataan universal. metode pemikiran yg bertolak dr kaidah (hal-hal atau peristiwa) khusus untuk menentukan hukum (kaidah) yg umum; penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan yg khusus untuk diperlakukan secara umum; penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah khusus. 





Contoh induksi
Mungkin anda pernah mendengar tentang peristiwa perampokan mobil yang menimpa ronaldo, bintang sepakbola asal brasil, dua tahun silam. Dasar nasibnya sedang apes, saat mengendarai BMW X-5 di Rio Janairo, ia dihadang tiga perampok bersenjata. Mobil kesayangannya pun dibawa kabur perampok. Untunglah pemain asal internasional Milan, klubnya saat itu cepat bertindak. Dengan menumpang kendaraan yang lewat ia segera menuju kantor polisi. Hanya dalam hitungan jam, mobilnya sudah ditemukan kembali di pinggir kota Rio. Jangan salah! Ronaldo tidak memakai jasa paranormal. Kebetulan mobilnya dilengkapi Automatic Verhicle Location (AVL), sistem pemantau lokasi kendaraan yang terhubung dengan satelit Global Positioning Sistem (GPS). Posisi mobil selalu dapat di ketahui dari peta digital yang terpasang di mobil atau operator pemantaunya. (Intisari, juni 2003)

Gagasan utama paragraf terdapat di akhir (Induksi), yaitu kebetulan mobilnya dilengkapi Automatic Verhicle Location (AVL), sistem pemantau lokasi kendaraan yang terhubung dengan satelit Global Positioning Sistem (GPS). Posisi mobil selalu diketahui dari peta digital yang terpasang di mobil atau operator pemantaunya.





Senin, 14 Januari 2013

Karakteristik dari Konsumen Indonesia (pada umumnya) dan Faktor yang Paling Mempengaruhi Perilaku Konsumen Indonesia

10 karakter antara lain



1.    Berpikir jangka pendek (short term perspective), ternyata sebagian besar konsumen    
       Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit untuk diajak berpikir jangka panjang,
       salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba instant.

2.    Tidak terencana (dominated by unplanned behavior). Hal ini tercermin pada kebiasaan    
       impulse buying, yaitu membeli produk yang kelihatannya menarik (tanpa perencanaan    
       sebelumnya).

3.    Suka berkumpul. Masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan suka berkumpul  
       (sosialisasi). Salah satu indikator terkini adalah situs social networking seperti Facebook
       dan Twitter sangat diminati dan digunakan secara luas di Indonesia.

4.   Gagap teknologi (not adaptive to high technology). Sebagian besar konsumen Indonesia
       tidak begitu menguasai teknologi tinggi. Hanya sebatas pengguna biasa dan hanya
      menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan pengguna lain.

5.    Berorientasi pada konteks (context, not content oriented). Konsumen kita cenderung
       menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan begitu,konteks-konteks yang
       meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu sendiri.

6.    Suka buatan Luar Negeri (receptive to COO effect). Sebagian konsumen Indonesia juga
       lebih menyukai produk luar negeri daripada produk dalam negeri, karna bias dibilang
       kualitasnya juga lebih bagus dibanding produk di indonesia.

7.    Beragama(religious). Konsumen Indonesia sangat peduli terhadap isu agama. Inilah salah  
       satu karakter khas konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran agamanya. Konsumen  
       akan lebih percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama  
       atau pendeta. Konsumen juga suka dengan produk yang mengusung simbol-simbol
       agama.

8.    Gengsi (putting prestige as important motive). Konsumen Indonesia amat getol dengan     
       gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya. Saking  
       pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap laristerjual di negeri kita
       pada saat krisis ekonomi sekalipun. Menurut Handi Irawan D, ada tiga budaya yang  
       menyebabkangengsi. Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong
       orang untuk pamer. Budaya feodal yang masihmelekat sehingga menciptakan kelas-kelas
       sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat naik kelas. Masyarakat kita
       mengukur kesuksesan dengan materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling
       pamer.

9.    Budaya lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan
       menyukai produk luar negeri, namun unsur fanatisme kedaerahan-nya ternyata cukup  
       tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku yang lain.

10.  Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards environment). Salah satu karakter
       konsumen Indonesia yang unik adalah kekurang pedulian mereka terhadap isu
       lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen terhadap  
       lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang  tinggal di perkotaan begitu
       pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan.
       Lagi pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga premium sehingga akan lebih
       mudah memasarkan produk dengan tema ramah lingkungan terhadap mereka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku 

Sikap konsumen akan mempengaruhi pilihannya dalam membeli, dimana seseorang mempunyai sikap terhadap segala sesuatu, misalnya : agama, politik, pakaian, makanan, dan lain-lain. Sikap menempatkan seseorang dalam kerangka berpikir, menyukai atau tidak menyukai, menghampiri atau menjual.
Menurut Azwar (1988:24) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap yaitu : pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu. Hal tersebut menunjukkan bahwa sikap konsumen bisa diubah. Dua cara lain yang bisa dilakukan pemasar untuk mempengaruhi seseorang untuk membeli produk atau merek yaitu : menyesuaikan atribut-atribut produknya dengan sikap konsumen yang telah ada, atau dengan mengubah sikap konsumen. Pilihan manapun dilakukan tentunya didasarkan pada biaya yang dikeluarkan untuk setiap alternatif.
Menurut Krech dan Crutch field (1984:152), sikap adalah suatu organisasi yang abadi tentang motivasi, emosi, persepsi, dan proses kognitif mengenai beberapa aspek lingkungannya.
Menurut Fishbein & Aizein (1975:6), sikap merupakan suatu kecenderungan yang terpelajari dalam memberikan respon menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten mengenai obyek tertentu. Sedangkan menurut Loudon dan Bitta (1993:423), sikap merupakan penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, setuju atau tidak setuju dari perasaan seseorang terhadap suatu obyek. Namun selanjutnya
Menurut Fishbein (1993:422) menyatakan bahwa lebih dari 100 definisi tentang sikap, dengan demikian maka belum ada kesepakatan yang baru tentang definisi sikap.
Kotler & Amstrong (2001:196)



Selasa, 13 November 2012

CONSUMER INNOVATIVENESS


Defining Customer Innovation

I often get asked what I mean when I use the phrase "Customer Innovation". Here's my explanation:
Customer innovation incorporates a number of emerging concepts and practices that help organisations address the challenge of growth in the age of the empowered and active customer (both business and consumer). It demands new approaches to innovation and strategy-making that emphasise rapid capability development, fast learning, ongoing experimentation and greater levels of collaboration in value-creation. Customer innovation impacts upon all the following activities, functions and disciplines: 
Marketing strategy and management
Brand strategy and management
Communications strategy
Customer experience design and delivery
Customer relationship management
Customer service design and quality management
Market-sensing and customer learning
Market and customer segmentation
Creativity and knowledge management including market research
Partner and customer collaboration
Organisational alignment and purpose (values, behaviour and beliefs)
Innovation strategy and management
Innovation valuation, measurement and prioritisation
Strategy-making
For me customer innovation is not only an important perspective on value-creation but a whole new strategy discipline that organisations must embrace if they are to pursue growth successfully in the future. Put another way, customer innovation impacts the fundamental means by which value is created and growth sustained.
One of the difficulties I encounter when explaining the concept is that the "Innovation" word is traditionally associated with products and technology. There is a section in The Only Sustainable Edge by Hagel and Seely Brown that eloquently defines Innovation from a much broader organisational and strategic perspective:
We underscore the importance of innovation but we use the term more broadly than do most executives. Executives usually think in terms of product innovation as in generating the next wave of products that will strengthen market position. But product-related change is only one part of the innovation challenge. Innovation must involve capabilities; while it can occur at the product and service level, it can also involve process innovation and even business model innovation, such as uniquely recombining resources, practices and processes to generate new revenue streams. For example, Wal-Mart reinvented the retail business model by deploying a big-box retail format using a sophisticated logistics network so that it could deliver goods to rural areas at lower prices.
Innovation can also vary in scope, ranging from reactive improvements to more fundamental breakthroughs... One of the biggest challenges executives face is to know when and how to leap in capability innovation and when to move rapidly along a more incremental path. Innovation, as we broadly construe it, will reshape the very nature of the firm and relationships across firms, leading to a very different business landscape.
Although Hagel and Seely Brown's book provides a great analysis of capability-building and new innovation mechanisms at the edge of organisations (through new dynamic forms of firm-firm collaboration) and specialisation, their discussion largely omits the customer-firm colloboration, open innovation perspective. But, from Hagel's most recent post and article in the Mckinsey Quarterly, this seems like it could be the subject of their next book! Here is a quote from the article:
Cocreation is a powerful engine for innovation: instead of limiting it to what companies can devise within their own borders, pull systems throw the process open to many diverse participants, whose input can take product and service offerings in unexpected directions that serve a much broader range of needs. Instant-messaging networks, for instance, were initially marketed to teens as a way to communicate more rapidly, but financial traders, among many other people, now use them to gain an edge in rapidly moving financial markets.

Example for consumer innovativenss
For example, based on this research, Tellis, who has experience launching new products via his past service as a sales development manager at Johnson & Johnson, recommended that businesses employ a “waterfall strategy” (i.e., a country-to-country tiered release) versus a “sprinkler strategy” (all at one time) for new products, making sure to vary their approach depending on the country and product category.

Governments can apply this research when introducing new products, such as fuel-efficient cars, and services to their citizens. “This study tells them whom to target first in which regions,” Tellis said.

Management consultant firm A. T. Kearney funded the study’s data collection, while Don Murray, executive chairman of Resources Global Professionals, provided the annual grant to the USC Marshall Center for Global Innovation, which paid for the data analysis.





Compulsive Consumption Consumer


O'Guinn & Faber (1989:148) defined compulsive consumption as “a response to an uncontrollable drive or desire to obtain, use or experience a feeling, substance or activity that leads an individual to repetitively engage in a behaviour that will ultimately cause harm to the individual and/or others.” Research has been carried out to provide a phenomenological description to determine whether compulsive buying is a part of compulsive consumption or not. The conclusion reached after analysing both qualitative and quantitative data stated that compulsive buying resembles many other compulsive consumption behaviours like compulsive gambling, kleptomania and eating disorders (O' Guinn & Faber, 1989:147). Hassay & Smith (1996) hold a similar view and refer to compulsive buying as a form of compulsive consumption as well. Besides personality traits, motivational factors also play a significant role in determining the similarities between compulsive buyers and normal consumers. According to O'Guinn & Faber (1989:150), if compulsive buying is similar to other compulsive behaviours it should be motivated by “alleviation of anxiety or tension through changes in arousal level or enhanced self-esteem, rather than the desire for material acquisition.” Hassay & Smith (1996) also agree with the above inference and concluded from their research that “compulsive buying is motivated by acquisition rather than accumulation.” 

Example Compulsive Consumption Consumer

Examples include uncontrollable shopping, gambling, drug addition, alcoholism and various food and eating disorders. It is distinctively different from impulsive buying which is a temporary phase and centers on a specific product at a particular moment. In contrast compulsive buying is enduring behaviour that centers on the process of buying, not the purchases themselves.
  



Consumer Ethnocentrism

is derived from the more general psychological concept of  ethnocentrism.

Basically, ethnocentric individuals tend to view their group as superior to others. As such, they view other groups from the perspective of their own, and reject those that are different and accept those that are similar (Netemeyer et al., 1991; Shimp & Sharma, 1987). This, in turn, derives from earlier sociological theories of in-groups and out-groups (Shimp & Sharma, 1987). Ethnocentrism, it is consistently found, is normal for an in-group to an out-group (Jones, 1997; Ryan & Bogart, 1997).
Consumer ethnocentrism specifically refers to ethnocentric views held by consumer in one country, the in-group, towards products from another country, the out-group (Shimp & Sharma, 1987). Consumers may believe that it is not appropriate, and possibly even immoral, to buy products from other countries.

Purchasing foreign products may be viewed as improper because it costs domestic jobs and hurts the economy. The purchase of foreign products may even be seen as simply unpatriotic (Klein, 2002; Netemeyer et al., 1991; Sharma, Shimp, & Shin, 1995; Shimp & Sharma, 1987).

Example for consumer ethnocentrism

For example, according to Burton (2002) and Quellet (2007), consumers are concerned with their cultural, national and ethnic identities increasingly in more interconnected world. Some consumer researches determined that people make their purchasing decisions on information cues. Information cues can be intrinsic (e.g., product design) and extrinsic (e.g.,brand name, price)(Olson, 1977; Jacoby ,1972). But extrinsic cues are likely to be used in the absence of intrinsic cues or when their assessment is not possible(Jacoby, Olson and Haddock, 1971 ; Olson, 1977; Jacoby, 1972 ; Jacoby, Szybillo and Busato-Schach, 1977 ; Gerstner, 1985).

Also, according to some researches, it was thought that there is a relationship between attitudes toward foreign retailers’ products and some demographics characteristics such as gender, education, income and age.
When doing this research, it was aimed at determining consumer attitudes towards foreign retailers’ products. The research starts with a literature review which includes international retailing in Turkey, attitudes towards purchasing foreign retailers’ products (general review), effects of age and education level on attitudes, influence of consumer ethnocentrism on attitudes towards foreign retailers’ products respectively. Secondly, methodology part that has explanations about how this research was conducted, was presented. Then, findings which derived from questionnaire results and its SPSS analyses, are presented. At the last stage of the research, discussion, limitations and future researches are discussed.

Selasa, 23 Oktober 2012

Evaluasi Alternatif Pembelian



         Setiap perusahaan di dalam menjalankan usahanya bertujuan untuk mendapatkan laba sesuai dengan tujuan pokok yang diharapkan. Diantaranya yaitu agar perusahaan dapat menjaga kelangsungan hidup serta kelancaran operasinya. Hal ini tentunya bisa tercapai dengan mengaktifkan dan mengefisienkan kerja perusahaan. Sebagaimana kita ketahui, dunia usaha sekarang ini banyak menghadapi adanya persaingan. Persaingan antar perusahaan sejenis baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif. Oleh karena itu perusahaan yang ingin hidup dan berkembang harus memperhatikan kemampuan perusahaan dalam memenuhi serta memuaskan kebutuhan konsumen, khususnya disini pelayanan. Dengan semakin ketatnya persaingan dan semakin selektifnya konsumen dalam memilih produk yang tersedia di pasar, hingga konsumen harus benar-benar teliti dalam pembelian suatu barang. Apakaha barang itu bisa digunakan dalam jangka pajang? Apakah memiliki manfaat yang beasar ? dan masih banyak lagi terlihar juga dari segi kulitas dan kualitatif sehingga membuat perusahaan harus semakin bekerja keras untuk dapat meraih targetnya dan mempertahankan konsumen untuk bisa kembali lagi membeli di produk di perusahaan itu. 

          Dengan banyaknya pesaing, perusahaan dituntut untuk mendapatkan pangsa pasar dengan jalan menentukan dan memilih langkah-langkah yang tepat di dalam hal pemasaran. Dengan adanya persaingan seperti ini perusahaan-perusahaan harus mampu memilih strategi yang tepat untuk memasarkan hasil produknya, sehingga setiap perusahaan harus berkompetisi dalam menentukan kebijakan yang akan diambil dan dilakukan untuk memenangkan pasar. Untuk mencapai tujuan hal tersebut tidak terlepas dari kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen baik dalam bidang produksi, keuangan maupun pemasaran. Karena suatu keputusan yang diambil oleh pihak perusahaan akan menentukan bagi jalannya suatu perusahaan. Keputusan yang tepat akan menunjang operasional dalam mencapai tujuan dan sebaliknya keputusan yang tidak tepat dapat menghambat tujuan perusahaan atau bahkan dapat menghancurkan perusahaan itu sendiri. Adapun Tujuan kegiatan pemasaran yang harus kita pahammi terlebih dahulu adalah mempengaruhi pembeli untuk bersedia membeli barang dan jasa perusahaan pada saat mereka membutuhkan. Keputusan membeli pada dasarnya berkaitan dengan “mengapa” dan “bagaimana” tingkah laku konsumen 

            Dalam upaya untuk memberikan jalan keluar masalah yang dihadapi perusahaan tetunya paling utama adalah konsumen , maka penulisan akan mengemukakan dasar-dasar teori berhubungan dengan masalah. Tujuannya adalah sebagai titik tolak untuk mencari kebenaran atau kaitannya dengan suatu masalah.
Adapun teori yang dikemukakan sesuai dengan permasalahan ini adalah sebagai berikut :
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah “Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs”. Pengertian tersebut berarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan. 


Kriteria Evaluasi

Konsumen sering membuat keputusan berdasarkan pengaruh atau pada sikap secara keseluruhan terhadap merek atau untuk meminimalkan usaha atau emosi negatif.

Sifat Kriteria Evaluasi

Kriteria evaluasi biasanya fitur produk atau atribut yang terkait baik serta manfaat yang diinginkan oleh pelanggan atau biaya yang harus dikeluarkan. 

Pengukuran kriteria evalusikum individu 

1. Kriteria evaluatif yang digunakan oleh konsumen.
2. Bagaimana konsumen mempresepsikan berbagai alternatif pada setiap kriteria.
3. Pentingnya relatif dari masing-masing kriteria.

Menentukan Alternatif Pilihan

Sejumlah besar penelitian dan strategi pemasaran telah mengasumsikan pembuat keputusan konsumen rasional dengan yang terdefinisikan dengan baik, preperensi stabil. KOnsumen juga dianggap memiliki kemampuan cukup untuk menghitung kemampuan mana yang akan memaksimalkan nilainya, dan memilih atas dasar ini.

Menaksir Alternatif Pilihan

Jika anda ingin membeli notebook, anda mungkin akan membuat perbandingan langsung seluruh merek-merek atau perubahan atribut merek. 
Aspek kinerja dalam alternatif pilihan :
1. Penggunaan indikator pengganti
2. Pentingnya relatif dan Pengaruh kriteria evaluatif
3. Kriteria evaluatif, Hukum individu, dan strategi pemasaran

Menyeleksi aturan Pengambilan Keputusan

Tingkat tinggi satu atribut tidak dapat mengimbangi tingkat rendah yang lain. Keputusan disjungtif aturan dan kata penghubung dapat menghasilkan seperangkap alternatif yang bisa diterima, sedangkan sisanya aturan umumnya menghasilkan satu "terbaik" alternatif.





Contoh Kasus Evaluasi Alternatif Pembelian

         Pertimbangan Impor Versus Amerika dalam Pembelian Mobil Baru

                  Apakah ada perbedaan dalam kemungkinan bahwa sebuah mobil akan dipertimbangkan untuk dibeli bergantung pada negara asalnya? Jawabannya, berdasarkan sebuah survey atas 1.000 rumah tangga Amerika oleh Market Facts, sebuah perusahaan penelitian pasar berbasis Chicago, adalahYa. Hampir 90 % responden menunjukkan bahwa mereka pasti atau mungkin mempertimbangkan mobil buatan Amerika jika mereka berblanjan dewasa ini. Persentase ini turun 32 % untuk mobil Jepang dan 27 % untuk mobil Eropa.
                  Analisis lebih jauh mengungkapkan bahwa kesediaan konsumen untuk menerima mobil impor bervariasi menurut usia. Konsumen yang lebih muda lebih mungkin memperertimbangkan mobil impor dibandingkan konsumen yang lebih tua. rSementara kurang dari 20 % dari mereka yang berusia 55 tahun ke atas mempertimbangkan mobil Eropa, hampir 40 % dari mereka di bawah usia 35 akan berbuat begitu pula. Demikian pula halnya, mobil Jepang mencatat 17 % rata-rata pertimbangan di antara pangsa usia 55 ke atas, bandingkan dengan 43 % di kalangan konsumen di bawah usia 35 tahun. Peran demografik ini mengesankan bahwa pabrik Amerika dapat mengantisipasi persaingan yang bahkan lebih bsar dari mobil impor sementara waktu berlalu disebabkan kesediaan menerima yang lebih besar dari konsumen yang lebih muda.              

Sumber :
http://aningtyasias.blogspot.com/2012/10/evaluasi-alternatif-sebelum-melakukan.html

ss




Kamis, 11 Oktober 2012

CONTOH KASUS



Proses pengambilan keputusan

kenaikan harga BBM oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Jika berbicara tentang BBM (bahan bakar minyak) yang mempengaruhi hajat hidup manusia banyak, tentunya proses pengambilan keputusan yg DPR lakukan akan sangat alot prosesnya,  pengambilan keputusan harus melalui sidang paripurna dikarenakan pada rapat sebelumnya dengan badan anggaran ( Banggar) tidak menemukan titik temu, ada beberapa alternatif yg mungkin di ambil oleh pihak yg pro maupun yg kontra antara lain kenaikan harga bbm karena subsidinya di kurangi, atau kebijakan ekonomi dalam negeri / fiskal.
Apapun keputusan yg akan di ambil DPR seharusnya mewakili Kepentingan Orang-Orang yang akan terlibat / terpengaruhi, jangan sampai keputusan yg di buat itu hanya mewakili kepentingan pribadi atau strategi organisasi tertentu.

Perilaku Konsumen

Perilaku Konsumen

1. Model Proses Pengambilan Keputusan 
Model adalah perwakilan atau gambaran atas sesuatu. Model dapat mewakili objek atau aktivitas, yang disebut dengan Entitas. Berbagi jenis model, yaitu : model fisik, model naratif, model grafis, dan model matematis.
1.  Model fisik adalah gambaran berbentuk tiga dimensi yang menyamai objek aslinya, hanya saja ukurannya 
     lebih kecil dari objek aslinya. Model ini banyak digunakan dalam perancangan objek yang bersifar
     berujud, misalnya bangunan, mobil, pesawat, dan perangkat lainnya.
2.  Model naratif adalah gambaran suatu objek yang dirancang dalam bentuk uraian kata-kata. Model ini
     dapat dituangkan dalam tulisan ataupun ucapan.
3.  Model grafis adalah gambaran suatu objek yang berbentuk gambar, lambang, atau grafik
4.  Model matematis adalah gambaran suatu objek yang berbentuk matematis. Model ini menggunakan
     berbagai bentuk rumus atau fungsi.   
Model memiliki manfaat bagi pemecahan masalah, antara lain : 
a.  Mempermudah pemahaman. Apabila sebuah model yan sederhana telah dipahami, para pembuat 
     keputusan dapat segera memahami masalah yang lebih kompleks.
b.  Mempermudah komunikasi. Dengan memanfaatkan model, dua pihak dapat berkomunikasi dengan lebih
     cepat dan lebih baik, dengan tingkat kesalahan yang renda
c.  Memprediksi masa depan. Dengan menggunakan model, misalnya saja analisis time series, pembuat
    keputusan dapat memperkirakan apa yang terjadi dengan penjualan pada bulan depan.
Keunggulan dan kelemahan model
Keunggulan:
  1. proses pembuatan model merupakan proses belajar bagi para pembuat keputusan yang belum berpengalaman.
  2. Dengan perancangan model,akan lebih banyak waktu yang tersedia untuk mencari alternatif jalan keluar dari berbagai masalah yang timbul.
  3. Model dapat memberikan perkiraan masa mendatang. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh sistem informasi jenis lainnya.
  4. Model dapat menghemat biaya, dengan mengurangi atau bahkan meniadakan coba-coba (trial and error.                                                                                                                                                Kelemahan
    a. Perancangan model tidak selalu mudah, meskipun oleh pembuat keputusan dan perancang sistem 
        yang sudah berpengalaman. Apabila model salah dirancang, maka tidak akan mudah digunakan
        untuk memecahkan masalah.
    b.Perancangan model memerlukan keahlian matematis dan pengetahuan pembuatan keputusan, sehingga akan sulit dilakukan oleh pembuatan kaeputusan yang belum berpengalaman


2. Tipe-tipe proses pengambilan keputusan
Tipe Pengambilan keputusan ( Decision making) : adalah tindakan manajemen dalam pemilihan alternative untuk mencapai sasaran.
Keputusan dibagi dalam 3 tipe :
1. Keputusan terprogram/keputusan terstruktur : keputusan yg berulang2 dan rutin, sehingga dapt diprogram.
    Keputusan terstruktur terjadi dan dilakukan terutama pd manjemen tkt bawah.
    Contoh : keputusan penagihan piutang dan keputusan pemesanan barang,
2. Keputusan setengah terprogram / setengah terstruktur : keputusan yg sebagian dpt diprogram, sebagian 
    berulang-ulang dan rutin dan sebagian tdk terstruktur. Keputusan ini seringnya bersifat rumit dan  
    membutuhkan perhitungan2 serta analisis yg terperinci. 
    Contoh :  Keputusan alokasi dana promosi dan keputusan membeli sistem komputer

3. Keputusan tidak terprogram atau tidak terstruktur : keputusan yg tidak terjadi berulang-ulang dan tidak 
    selalu terjadi. Keputusan ini terjadi di manajemen tingkat atas. Informasi untuk pengambilan keputusan tdk
    terstruktur tdk mudah untuk didapatkan dan tdk mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah
1.  Masalah sederhana ( simple problem ) corak/jenis masalah
     Ciri : berskala besar, tidak berdiri sendiri (memiliki kaitan erat dengan masalah lain), mengandung  
     konsekuensi besar, pemecahannya memerlukan pemikiran yg tajam dan analitis .
     Scope : Pemecahan masalah dilakukan secara kelompok yang melibatkan pimpinan dan segenap staf    
     pembantunya.
     Jenis : masalah yg terstruktur ( structured problems) & masalah yg tidak terstruktur ( unstructured  
     problems ).

2.  Masalah rumit ( complex problem ) corak/jenis masalah 
     Definisi : masalah yg jelas faktor penyebabnya, bersifat rutin dan biasanya timbul berulang kali shg 
     pemecahannya dapat dilakukan dengan teknik pengambilan keputusan yg bersifat rutin, repetitif & 
     diibakukan.
     Contoh : penggajian, kepangkatan dan pembinaan pegawai, masalah perijinan, dsb.
     Sifat pengambilan keputusan : relatif lebih mudah atau cepat, salah satu caranya dengan penyusunan 
     metode / prosedur / program tetap (SOP).

3.  Masalah yg Terstruktur
     Definisi : penyimpangan dari masalah organisasi yang bersifat umum, tidak rutin, tidak jelas faktor p 
     penyebab dan konsekuensinya, serta tidak repetitif kasusnya.
     Sifat pengambilan keputusan : relatif lebih sulit dan lebih lama , diperlukan teknik PK yang bersifat 
     non-programmed decision-making.

4.  Masalah yg Tidak Terstruktur
     Pendefinisian Masalah yg baik Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif dipisahkan dari
     persepsi. semua pihak yg terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi. Masalah harus dinyatakan 
     secara eksplisit/tegas, untuk menghindarkan dari pembuatan definisi yg tidak jelas. Definisi yg dibuat
     harus menyatakan dg jelas adanya ketidak-sesuaian antara standar atau harapan yang telah
     ditetapkansebelumnya dan kenyataan yg terjadi. Definisi yg dibuat harus menyatakan dengan jelas,  
     pihak-pihak yang terkait atau berkepentingan dengan terjadinya masalah. Definisi yg dibuat bukanlah
     seperti sebuah solusi yang samar. Contoh: Masalah yang kita hadapi adalah melatih staf yang bekerja
     lamban.
     sumber :
     www.ut.ac.id/html/.../Materi%20Web%20Suplemen-%20terbaru.doc